Kamis, 20 Maret 2014

Sejauh Mata Memandang



Tak semua takdir mutlak terjadi
Hanya niat dan kemampuanlah yang mampu mendongkraknya
“Memperkenalkan diri dengan sejuta goresan tinta juga dalam dayungan arus kehidupan, tak kan pernah mengenal diri ini siapa tanpa timbul dari sejuta cerita. Ini lah aku yang terus bermimpi untuk mendapatkan apa yang diberkahkan dari-Nya“.
Masa pembentukan kedewasaan-- aku terlahir dengan kemampuan yang standar-tidak kurang tidak juga lebih, aku dapat menguasai objek dan hal apapun dengan selalu menekuninya, tapi yang ku lihat dengan kasat mata ialah orang-orang di sekelilingku bisa, tanpa harus bekerja keras layaknya aku menguasainya. Terkadang aku iri dengan mereka, mengapa aku tidak seberuntung mereka, namun alhamdudlillah aku dianugrahi fisik yang cukup sempurna, tak ada kekurangan sedikit pun, mata ku dapat melihat semua keindahan alam, kedua tangan ku dapat mengerjakan semua yang ku inginkan, kedua telingaku masih slalu menangkap sinyal kehidupan (suara adzan ) dan kedua kaki ku dapat melangkah menelusuri jejak kehidupan, begitu juga dengan pasukan tubuh ku yang lain, mereka bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing akan kehendak-Nya.
Tapi dalam benak ku yang terdalam “ apakah aku dapat memaknai pemberian yang telah diberikan oleh-Nya? “. Hal ini kusadari semenjak aku berada di bangku sekolah yang menuntutku memiliki bakat tersendiri, aku menggali ilmu di sekolah kejuruan, <agak terlambat memaaang hiks hiks> saat itu adalah saat dimana aku paling eneg dan males mendengar nama nya, menurut ku mendaftar di sekolah seperti itu –kebayang juga enggak- gak elit dan jaaauuuh dari keren. Namun ku coba abaikan hasutan negatif itu, di mana pada akhirnya ku melangkah untuk mendaftar. Salah satu alasan ku mendaftar di sekolah tersebut ialah seseorang yang sangat bekerjasa dan berharga dalam hidupku, the real angle in my life, that is my beloved mother. Dengan segala nasihat tujuan hidup untuk menatap masa depan ku, dan negosiasi yang tidak begitu berkempanjangan, di mana pada seusia ku dulu aku berantusias besar untuk bersaing dengan teman yang lain mendapatkan kedudukan di sekolah terfavorit di daerah ku, tapi pada akhirnya ku turuti apa yang beliau katakan, karena yang masih sempat ku yakini saat itu adalah “ ridho Alloh adalah ridho Orang Tua “, toh beliau juga yang akan membiyayai sekolah ku. Hal yang masih teringiang juga sampai saat ini dalam benakku adalah “ percuma hanya dengan mengandalkan kemampuan fisik juga intelektual mu kalau tidak kau imbangi dengan kemampuan dirimu “. Jleeebbbss.. seketika hal itu membuat ku bungkam juga tertunduk, speechless dan speechless.
Setahun berjalan ku lewati dengan senyuman , mencoba mengerti dan memahami apa yang sedang kaki ini tapaki, menyelami makna apa yang sedang tangan ini rangkuli. Memang benar bahwa semua yang kita jalani berasal dari niat “ innama a’mlu bin niat”. Ku coba jalani hari ku dengan melibatkan hati terdalam, mencoba menjawab kekhawatiran dan keraguan yang selalu menimpa ku, mencoba meyakini bahwa yang ku jalani adalah kepastian dan selalu melibatkan-Nya di setiap kegalaunku, karena keturunan ku beragama Islam, jadi setiap apapun yang dilakukan sebaiknya libakatlah Dia-katanya. Naaah sesaat ku sadari ada yang kurang dalam diri ini.
****** berfikir dalam setiap kesunyian*****
Islam??? Keturunan???? Yaaa, kalo dalam permainan sepak bola misalnya ada yang namanya rt bahagaia VS rt perdamaian. Sekarang coba kita ganti dengan Islam sejati VS islam keturunan . coba kita singgung sebentar yaa.. apasih Islam turunan itu? islam turunan adalah Islam yang kita anut saat kita terlahir untuk menatap dunia ini tanpa mencari tahu lagi personal Islam itu seperti apa, sedang Islam sejati ialah merasakan dan memaknainya dengan rasa tidak puas serta terus haus dengan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Memang agak berat, tapi inilah yang ku alami. Pada kenyataanya seorang Muslim yang baik itu adalah orang yang menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, namun sudahkah kita mamaknainya???.
Untuk memaknai hal ini mungkin ku jabarkan melalui kata “Hidayah”. Hidayah bagiku adalah petunjuk menuju jalan kebenaran- petunjuk itu menuntunku memaknai islam sebenarnya melalui eskul Rohis ( Rohani Islam ) di sekolah ku. Yup tertangkap jelas bahwa inilah keberkahan yang terbukti dan terpampang jelas dalam benak dan fikiran ku, itulah takdir yang ku dapatkan di sekolah ini : saat di dasari dengan niat dan kemampuan dapat merubahnya, tak ada satupun yang manandingi manisnya keberkahan sekalipun sesarang madu yang tersuguhkan. Bila aku mengikuti keinginanku dan mengabaikan nasihat orang tua ku, tak kan pernah ku kenali Islam walau hanya setetes embun pagi yaitu ilmu paling dasar-keikhlasan. Ikhalas mengahadapi apa yang di dapat dan apa yang dihadapi.

*** beranjak mengenalinya di jenjang yang lebih tinggi***
--- singkat cerita-- 
Setelah tiga tahun ku lewati masa-masa indah itu dengan tetap menyatukan hati, fikiran dan jiwa, akan tetapi ku sadari bahwa untuk menjadi orang yang lebih baik tidaklah mudah. Begitu banyak ujian yang menerjang, begitu pedih sakit yang teserang. Namun itulah aku yang selalu bermimpi bahwa masa depan akan ku gapai. Sedikit insyaf sebentar langsung kumat. Tapi Alhamdulillah dasar Islam di diri ku tidak pernah meninggalkan ku jauh, so aku masih tetap bisa mengendalikan diriku dengan baik. Namun ya itu makna Islam masih belum ku temukan.
Setelah melewati segala ujian untuk meluluskan diri dari sekolah ku, kini ku coba memantabkan jiwa untuk mendaftar di perguruan tinggi pilihan ku,  ya ya ya..  keinginan kuat itu tetap sama saat aku ingin berada di salah satu sekolah favorit ku dulu, kini aku juga ingin menjadi mahasiswa yang bisa meraih golden ticket untuk duduk dengan teman-teman di universitas terkemuka pilihanku. Ku coba semua persyaratan untuk mengahadapi semua test yang tersedia sampai test terakhir, begitu besar harapan ku terhadap hasil ujianya, dan tak ada sedikit pun dalam benakku untuk mencoba jalan lain, maksud ku untuk bekerja atau yang lain, karena selagi aku masih mau belajar dan yakin aku bisa, maju terus pantang mundur.
----- detik-detik melihat pengumuman----
Saat itu pagi berseri, angin bernyanyi, matahari terbangun dengan memancarkan sinar terhangatnya, mengiringi semangatku saat itu  , ku coba melihat pengumuman lebih awal, seraya tak sabar juga diri ini ingin mengetahui hasilnya. Ku lihat layar kaca komputer dengan penuh harapan, tak peduli suara apa yang terdengar, rasa cemas, gundah gulana ku rasakan. Membuka link yang akan mengantarkan ku pada pengumuman yang telah siap untuk menjadi kunjungan di hampir setiap penjuru daerah se-Indonesia. Langkah demi langkah ku ikuti. –terbuka- garis-garis yang membentuk kolom berisikan nama-nama yang beruntung sudah terpampang nyata dan jelas. Setiap nomor dan kolom ku perhatikan, memutar alat lingkaran yang tercantum baik di mouse komputernya. Dari atas sampai bawah, dari bawah ke atas lagi hal itu yang ku lakukan sampai gak tau lagi sudah berapa kali ku bolak-balik alat lingkaran itu. Ku teliti lebih jauh dan ternyata, hasilnya…. –failed- I was lost. What should I do??? Saat itu yang kurasa hanyalah angin terdiam tak ada lagi kesejukan yang kurasakan hancur dan harapan yang ku dambakan telah lenyap seketika. Bingung, cemas. Hampa, putus asa. Begitu cepat diri ini mengalah dengan takdir, semua impian itu tlah terkubur dalam dan hilang. Sunyi terdiam.
***** tambang emas di dalam karung yang kusam*****
Setelah pengumuman itu, guardian angle ku- ibu, selalu memberi nasihat yang membuat ku selalu berfikir, berfikir dan bangkit. Selagi berfikir ku coba menenangkan diri dan mencari referensi yang membuat hati ku lebih tenang. Bertemu dengan teman sekolah ku dulu dan berbagi cerita dengan segala impian kita, kalau sudah begitu gak tau lagi berapa lama waktu yang telah kita kuasai. Hanya senyum simpul dan berangan. Setelah menghabiskan waktu itu, aku segera pulang kerumah, dalam perjalanan pulang di kesendirian ku pun masih tetap terbayangkan jikalau aku mendapatkan kesempatan ituuu-- namun lamunan ku terlepas saat sang supir meneriakkan nama tempat di mana aku harus turun dari jasanya.
Sesampainya di rumah ibu ku berkata “ itu di meja ada formulir coba diisi, siapa tahu itu jalan kamu” / “ hahh??” kata ku. Ku langsung menuju meja yang ibu ku maksud dan ternyata benar ada formulir. Sayangnya tak ada rasa senang dalam diri ini, wajah datar dan seribu cambukan menerka. Dalam hatiku berkata “ hah kampus ini, jangankan mau daftar denger nama dan liat tempatnya juga aku tak berkenan “, tak lama ibu ku berkata kembali “ sudah jangan hanya di liat, itu formulir untuk diisi bukan hanya dipandangi”.
Seluruh jiwa dan raga ku satukan, tak lupa ku membaca do’a untuk meyakinkan, memastikan tanpa keraguan sedikit pun, salah satu hadist pun berkata bahwa “ tinggalkan perkara yang meragukanmu dan kerjakan perkara yang tidak meragukanmu” (h.r Tirmidzi dan Nasa’i, Tirmidzi berkata, “ ini adalah hadits hasan sahih”), ini menguatkan ku untuk mengumpulkan segenap keyakinanku. Ku isi lembar demi lembar kertas pendaftaran, tak tertinggal diiringi nasihat orang tua ku. Yup selesai.
Keesokan harinya…..
Ku daftarkan diri ku dengan langkah pasti, mengikuti step by step persyaratan pendaftaran. Tidak begitu sulit, mungkin karena aku yakin dan pasti. Segala ujian ku lewati. Setelah mendapat kelas dan mengikuti Ospek, jadwal mata kuliah pun terpajang jelas di pintu lemari baju ku, ku tuliskan note-note  untuk membangun kembali semangat yang terkubur.
Masa perkuliahan….
Agak pedih memang, jika seminggu sekali di sekolah ku dulu, pelajaran agama tegak diajarkan, namun kini hanya satu semester saja pelajaran berharga itu ku serap, tak puas dan terus menelusuri.
Saat hati yang memilih..
Detik ku lewati, menit kuhadapi hari-hari pun kujalani Hati ini memang tak bisa dibohongi selagi mana sesuatu yang terus menerus kita cari tak kunjung bertemu. Sepanjang pencarian ku bertemulah aku dengan teman-teman dalam organisasi itu, organisasi yang mengajak hati ini untuk memilih, menuntun hati ini untuk menelusuri. Tak perlu berfikir panjang, ku letakkan tangan ini dalam gandengan ukhuwah islami bersamanya. Berjuang dengan satu tujuan yaitu Jannah-Nya.
Kini ku sadari, semua yang ku benci telah menjadi kelopak bunga yang terus menerus berkembag di hati ini, ku sirami dengan lantunan ayat-Nya pada setiap waktuku mengingat Nya. Tak ada penyesalan lagi yang ku rasa. Hanya keyakinan ( iman ) dan kesabaranlah penuntun hidup ku, seperti arti dalam ayat ini “ Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu. Sesungguhnya, Allah bersama orang-orang yang sabar” (Q.S Al-Baqoroh:153). Kini ku dapat memaknai apa arti dari sholat yang ku jalani selama ini, karena sesungguhnya Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan engkau menunaikan haji ke Baitulloh jika engkau telah mampu melakukannya -sebuah dialog Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril- ( h.r Muslim)
Kurasakan kini bahwa kemampuan yang ku miliki dari sekolah ku terdahulu bermanfaat untuk ku, penghasilan yang ku terima alhamdulillah bisa untuk berinfaq juga sedikit membantu keadaan keuangan ku dan inilah tempat sesungguhnya ku meraih ilmu, nama dan ke famous an yang membutakan itu - tidak berarti, yang terpenting kita harus pintar menempatkan diri. Bukan sekedar meraih gelar sarjana hanya untuk memper-kaya diri, tapi ini lah akidah ku, untuk memperoleh kebahagian dunia didasari ilmu akhirat penolongku. Itulah yang kini ku sadari, keikhlasan membawa ku memandang jauh kepada keberkahan-Nya
*******Selembut hati ini merasa*******Sejauh mata ini memandang*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar