Minggu, 28 Oktober 2012

Meat’s distribution in Eid dul Adha



Meat’s distribution in Eid dul Adha

            Eid dul Adha is a great day in Muslim. It happens once a year and in this year it happen at Friday, on October, 26th 2012. Almost Muslim’s people celebrate that, also in my neighborhood.  There are six cows and nine goats. Each cows and goats came from different place, so they have different characteristics. Such as the cows that come from original Java have black skin and very big and almost the goats are bought around my neighborhood by the Eid dul Adha’s committee. It had done at Masjid Al-Muhajirin at Cimanggis-Depok.
            Butchering the meat did at Saturday, if it did at Friday it was afraid the time was not enough because that was a Friday’s pray. At Saturday the butchering ran, it starts at 07.00 a.m until 10.00 a.m, also there were so many people around the place enthusiasm to look the slaughter in the field, after all of cows and goats already were slaughtered, the committee already process and divide the meats  to almost 400 packages.
            At 11.00 is time to spread the meat’s package. That is spread to Duafa’s people , traveling salesman and another people that have a right to receive it. The meat’s distribution had done better than last year, because the committee had arranged the management very well. Even though there was still a little incident, it can be handled soon and the committee moved very fast. First, committee spread the tickets to each people than they stand in line and wait their turn to get that meat patiently. Beside that there was a pacification that helped it.   The distribution run well, so it does not need long time, just need almost two hours until all of them already get it. It finished at 12.00 a.m and the committee clean the place as soon as possible because it will be used to Zuhur’s pray.

Selasa, 23 Oktober 2012

SEJARAH JURNALISTIK


SEJARAH JURNALISTIK

Berbicara tentang jurnalistik, kita pasti membayangkan mengenai suatu berita dimana berita itu memuat tentang berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah ada dan sudah lama dikenal manusia di dunia ini, karena keberadaannya selalu hadir ditengah-tengah kita seiring dengan kegiatan pergaulan manusia yang dinamis, terutama di era informasi seperti saat sekarang ini. Dengan semakin berkembangnya media yang dapat membantu tersebarnya berita dengan cepat, maka kegiatan jurnalistikpun memaksa untuk menyebarkan berita-berita yang aktual dan faktual. Bahkan saat sekarang ini bisa dijumpai dengan mudah tentang berita-berita mulai dari yang daerah plosok negeri sampai plosok dunia.
Kegiatan jurnalistik pada masa sekarang ini semakin diminati oleh masyarakat. Khususnya mereka generasi muda yang ingin ikut ambil bagian dalam upaya memberikan berita-berita yang berkualitas. Sehingga sekarang ini banyak muncul sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang khusus mempelajari bidang jurnalistik dan bidang yang terkait. Misalnya sekolah broadcast yang member kesempatan dan pelatihan menjadi seorang wartawan dan orang yang bekerja untuk kejurnalistikan.
Berbicara jauh tentang jurnalistik dewasa ini, belum afdol jika kita tidak membicarakan tentang asal mula jurnalistik itu sendiri. Disini saya ingin memaparkan tentang sejarah jurnalistik, baik sejarah jurnalistik dunia, sejarah jurnalisik Indonesia, dan surat kabar pertama yang muncul di dunia, yang saya dapat dari berbagai tulisan di berbagai blog.

1.     Sejarah Jurnalistik Dunia
Dalam situs ensiklopedia, www.questia.com tertulis, jurnalisme yang pertama kali tercatat adalah di masa kekaisaran Romawi kuno, ketika informasi harian dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara dan berita lokal. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengembangkan berbagai metode untuk memublikasikan berita atau informasi.
Pada awalnya, publikasi informasi itu hanya diciptakan untuk kalangan terbatas, terutama para pejabat pemerintah. Baru pada sekira abad 17-18 surat kabar dan majalah untuk publik diterbitkan untuk pertama kalinya di wilayah Eropa Barat, Inggris, dan Amerika Serikat. Surat kabar untuk umum ini sering mendapat tentangan dan sensor dari penguasa setempat. Iklim yang lebih baik untuk penerbitan surat kabar generasi pertama ini baru muncul pada pertengahan abad 18, ketika beberapa negara, semisal Swedia dan AS, mengesahkan undang-undang kebebasan pers.
Industri surat kabar mulai menunjukkan geliatnya yang luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa menggenjot oplah untuk memenuhi permintaan publik akan berita.
Seiring dengan semakin majunya bisnis berita, pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah.
Kantor berita bisa meraih kepopuleran dalam waktu sangat cepat. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita lawas yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).
Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah yellow journalisme (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.

Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan!
Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.

            Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional.

      2. Sejarah Jurnalistik Indonesia

                 Tokoh pers nasional, Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam bukunya “PWI di Arena Masa” (1998) menulis, Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono (1875-1918), pendiri mingguan
 Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang jadi harian, sebagai pemrakarsa pers nasional. Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan yang dimodali modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia.

Sejarah

Orde Lama

Dewan Pers pertama kali terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai pendamping Pemerintah serta bersama-sama membina perkembangan juga pertumbuhan pers di tingkat nasional. Saat itu, Menteri Peneranang secara ex-officio menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.

Orde Baru

Pada era orde baru, kedudukan dan fungsi Dewan Pers tidak berubah yaitu masih menjadi penasehat Pemerintah, terutama untuk Departemen Penerangan. Hal ini didasari pada Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Tetapi terjadi perubahan perihal keterwakilan dalam unsur keanggotaan Dewan Pers seperti yang dinyatakan pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 21 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 :
Anggota Dewan Pers terdiri dari wakil organisasi pers, wakil Pemerintah dan wakil masyarakat dalam hal ini ahli-ahli di bidang pers serta ahli-ahli di bidang lain

Reformasi

Disahkannya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers membuat berubahnya Dewab Pers menjadi Dewan Pers yang Independen, dapat dilihat dari Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan :
Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen
Fungsi Dewan Pers juga berubah, yang dahulu sebagai penasehat Pemerintah sekarang telah menjadi pelindung kemerdekaan pers. Tidak ada lagi hubungan secara struktural dengan Pemerintah. Dihapuskannya Departemen Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid menjadi bukti. Dalam keanggotaan, tidak ada lagi wakil dari Pemerintah dalam Dewan Pers. Tidak ada pula campur tangan Pemerintah dalam institusi dan keanggotaan , meskipun harus keanggotaan harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, dipilih melalui mekanisme rapat pleno (diputuskan oleh anggota) dan tidak dicantumkan dalam Keputusan Presiden. Pemilihan anggota Dewan Pers independen awalnya diatur oleh Dewan Pers lama. Atang Ruswati menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Dewan Pers, sebuah badan bentukan Dewan Pers sebelum dilakukannya pemilihan anggota. Badan Pekerja Dewan Pers kemudian melakukan pertemuan dengan berbagai macam organisasi pers juga perusahaan media. Pertemuan tersebut mencapai sebuah kesepakatan bahwa setiap organisasi wartawan akan memilih dan juga mencalonkan dua orang dari unsur wartawan serta dua dari masyarakat. Setiap perusahaan media juga berhak untuk memilih serta mencalonkan dua orang yang berasal dari unsur pimpinan perusahaan media juga dua dari unsur masyarakat. Ketua Dewan Pers independen yang pertama kali adalah Atmakusumah Astraatmadja.

Undang- Undang Kode Etik Jurnalistik

Undag- Undang Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuAhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa.

Penafsiran Pasal Demi PasalPasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


sourch : wikipedia


The death of Policeman in Poso


While humankind’s soul does not have meaning to someone’s view.

          Perhaps this phenomenon is not be an awkward thing for us to be heard, there are so many people of us that just think about their self and their honor that always blow up in their heart. Force to be a great person and try to be a head person without think another around them until there is no values for the soul. There are so many people that say this is a democracy country, the peace country and. This phenomenon has just happened nowadays, such as killing police and take out them in the isolated place in order there is no one that knew about that. The death of two policeman Monday, Oct 16th 2012 at Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso which related with terrorism. 

Actually, the terrorism in this country still run  and spread in some place and almost in Indonesian’s area. At the first, terrorism appear when group of people that feel the rules in the country does not care to them and they also feel under pressing with that act. That’s why, they make some group groups that spread in this country,  plan to attack and damage the peace full in this country. In fact they knew the disadvantages of it but they just think about their mission in order they feel happy after do that. Until now. I really do not find the basic reason beside that. some opinions said that, they do that because they want to spread afraid feeling around the people.


This is the one of incident that happen . First of all, Briptu Andi Sapa and Brigadir Sudirman have an assignment to keep the situation in Poso that related about terrorism. Day by day it runs very well, there is no freak thing that happen. They still keep contact with another policeman in other place and also with their family, until one day there are no results that is given from them.

That news appears when a wife of both the policeman gave information to POLRES that she lost contact with her husband, but the day before she still . At that time, some of policeman went to Poso to look for the truth as soon as possible. The unity of Policeman and found the awkward land in that place. The both of policeman’s name are Briptu Andi Sapa with two jars in his neck also Brigadir Sudirman with a jar in his neck in that whole of land. After Policeman and TNI found them, they have brought them to the nearest hospital in Poso. In the Wednesday morning both of them are given to their own family. That incident can happen because the location is near with terrorism practice area, said the policeman. But now, there are still   further observation from the result.  

Now, the policemans, TNI and the citizen in there still keep that place from terrorism. "  for people in here do not be affraid with the incident that happened, because we will handle it", said Brigadir Boy Affandi.


sourch : wikipedia, the jakarta pos and kompas